Ilmu tentang bagaimana cara mendidik dikenal dengan Paedagogik. Ilmu ini akan memberikan berbagai metode dan cara mendidik yang tentunya berlaku umum. Sedangkan dalam penerapan di lapangan disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang dipandang secara khusus dan unik.
Walaupun demikian, cita-cita pendidikan dapat diraih dengan upaya dan usaha-usaha yang berkaitan dengan 3 perkara yang penting, yaitu :
- Penjagaan/pengawasan beserta pemberian contoh
- Perintah dan larangan
- Hukuman/konsekuensi
Perkara di atas akan dibicarakan dalam ruang lingkup pesantren sebagai lembaga pendidikan dan peserta didik berdasarkan pertumbuhan dan perkembangannya berdasarkan ilmu psikologi.
A. Anak Umur 12 – 14 Tahun (Remaja)
Anak pada usia remaja telah memiliki berbagai kemampuan, diantaranya kemampuan berpikir, tahu tentang manfaat dan kerugian, baik dan buruk serta apakah sesuatu itu masuk akal atau tidak. Dengan kemampuan yang telah dimiliki oleh anak/peserta didik maka diperlukan metode dan cara pendidikan yang sesuai dan pas. Bila pada anak usia di bawah 12 tahun dapat efektif dengan pemberian contoh maka pada usia ini, metode tersebut tidak cukup mestilah diiringi dengan beberapa keterangan yang mungkin dengan nasehat yang lemah lagi lembut dan logis sehingga mampu dicerna oleh akal pikirannya dengan sempurna.
Metode di atas dapat dilakukan oleh orang dewasa dalam mendidik anak-anak mereka. Dalam masa sekolah seperti saat terima rapor maka wajib bagi orangtua untuk mengetahui progres/capaian/perkembangan/kesulitan/ketidak efektifan dan bahkan kepayahan yang dialami oleh anak-anak mereka dalam proses pembelajaran yang mengakibatkan capaian hasil belajar yang mungkin akan terasa dan terlihat adanya kejanggalan. Dalam masalah ini, orangtua perlu untuk menyelidiki sebab-sebabnya terlebih bila berkaitan akhlak /kelakuannya dan /atau kerajinannya di pesantren dengan cara membangun komunikasi dengan para guru/musyrif dan pengasuhan santri.
Sebagian besar santri dan santriwati pondok pesantren akan mengalami kerinduan dan bahkan kondisi ini juga dialami oleh sebagian besar orangtua mereka di sana, bila kerinduan ini tidak disikapi dan dikelola dengan baik maka akan memiliki dampak yang kurang baik karena akan mengganggu konsentrasi anak saat mereka belajar. Langkah kongretnya/healingnya adalah dengan cara melakukan komunikasi.
Saat berkomunikasi, baik secara langsung atau tidak langsung (via phone) orangtua hendaknya memberikan kabar gembira bagi anak disertai dengan memberikan penyemangat yang besar bagi anak. Tanyakan tentang banyak hal yang bermanfaat bagi perkembangan dan pertumbuhannya seprti kondisinya dengan teman-temannya, ia dengan kakak kelasnya dan ia dengan guru-gurunya serta apa pelajaran yang sudah ia dapatkan dari pengalamannya itu. Sebagai panduan, orangtua bisa secara kongret menanyakan keadaan anak-anak mereka dengan menggunakan konsep BMB3 (Berpikir, Merasa, Bersikap, Bertindak dan Bertanggungjawab).
B. Anak Usia 14 – 18 Tahun (Remaja Akhir)
Pada rentang usia ini disebut sebagai masa kekhawatiran. Masa muda ini sangat-sangat dan sangat perlu mendapatkan perhatian.
Sebenarnya, pemuda adalah kandidat manusia yang kelak akan menggantikan para orang tua dalam peranannya bermasyarakat. dengan alasan inilah masa ini perlu dan sangat perlu mendapatkan perhatian. Betapa pentingnya masa ini, sampai-sampai anak kecilpun berangan-angan agar segera masuk dalam fase ini. sedangkan bagi mereka yang sudah melewati masa-masa inipun akan berkata “alangkah senangnya hatiku bila Aku dapat kembali ke masa itu”.
Pada masa ini begitu banyak penyakit yang mungkin muncul. Penyakit ini tidak mudah diobati tetapi dapat diantisipasi dan dicegah sedini mungkin.
Pada masa ini, lihatlah fisiknya. begitu banyak ciri-ciri mudanya, badan yang mulai tumbuh tinggi dan besar, badannya kuat, suaranya mulai tampak ciri khasnya, tampaklah ciri primer dan sekundernya. Beriringan dengan perubahan itu, tingkah lakunyapun berlahan mulai berubah, mulai bergaya, tampil rapi, perhatian terhadap kebersihan badan serta rambutnya selalu ditata serapi mungkin. Mereka menyukai hal-hal yang menyenangkan, jalan, plesiran, berkata-kata dan bersenda gurau yang kadang itu begitu intens sehingga tidak ada yang mengerti dengan guarauannya kecuali 2 atau tiga orang diantara mereka.
Kondisi dan keadaan di atas adalah wajar adanya dan biasa saja. tidak perlu dihalang-halangi karena bila dihalang-halangi akan memberikan dapak buruk bagi kondisi mentalnya. Hal yang perlu untuk dipikirkan kemudian adalah bagaimana cara mengarahkan segala potensi itu sehingga berakibat positif yaitu baik bagi dirinya dan sekitarnya dengan gambaran bahwa anak menjadi pemuda yang makin halus perasaannya dan semakin luas wawasan serta pengetahuannya.
Karakteristik pemuda secara umum adalah sama. Mereka memilki akal yang tinggi, cerdas, visioner dan bila diberikan ruang dan kesempatan mereka adalah orang yang dapat dengan cepat mencapai kemajuaan dalam menuntut ilmu pengetahuan. Mereka sudah mulai memikirkan hal-hal yang penting dan sangat penting. kadang kala pikiran itu muncul begitu saja seperti ada insting yang membimbingnya.
Namun, perlu disadari bahwa bila pada masa ini, ia telah mengalami kerusakan moral dan/atau akhlaknya maka ia akan tumbuh dan berkembang menjadi pemuda yang hari-harinya penuh dengan hal-hal yang sia-sia, rusak dan tidak bernilai. Mereka akan menjadi pemuda lemah karena tidak mampu menjadi pemuda yang produktif akal pikirannya, ide-idenya, karyanya dan karsanya.
Pesantren, pada masa ini menyiapkan sebuah sistem dan formula berupa pendidikan berorganisasi. Mereka dididik untuk dapat memimpin diri mereka dan juga memimpin orang lain. Mereka akan dituntun untuk menuju pada kebaikan budi pekerti. Mereka akan saling mengingatkan satu sama lain bila ada hal yang kurang pas dan kesalahan yang dilakukan oleh salah satu atau beberapa diatara mereka. Teman menjadi begitu berpengaruh, teman menjelma sebagai significan person.
C. Perintah dan Larangan
Dalam dunia pendidikan, perintah dan larangan menjadi aturan/regulasi yang harus ditaati ataupun dijauhi. perkara ini menjadi penting karena dengan adanya perintah dan larangan, anak akan mampu mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan dan apa yang seharusnya tidak mereka lakukan, dan yang jauh lebih penting adalah mereka tahu kebaikan dan tahu pula keburukan yang dikandung dari perbuatan atau perilaku yang dimaksudkan.
Dengan pengertian di atas, perintah dan larangan itu perlu ada. Dalam praktiknya, larangan dapat berbentuk nasehat atau teguran yang ditujukan kepada peserta didik yang melakukan perbuatan tertentu dengan maksud melarang dengan tujuan perbuatan tersebut tidak dilanjutkan oleh pelaku dan tidak dicontoh oleh yang lain. Untuk itu, agar perintah, larangan atau teguran dapar efektif maka diperlukan kata-kata yang bijaksana bukan kata-kata serampangan, kasar apalagi jorok atau kotor.
Berikut adalah prinsip yang perlu diketahui dalam membuat perintah dan/atau larangan :
- Sesuai Kebutuhan. Perintah dan larangan itu perlu. Berapa banyaknya, bentuknya, isinya dan lain sebagainaya maka harus sesuai dengan kebutuhan. Perintah dan larangan yang terlalu banyak/sulit akan memberikan dampak bagi mentalitas peserta didik sehingga muncul pribadi yang reaktif dan tidak proaktif, tidak kreatif dan inisiatif. Mereka pasif kecuali bila ada perintah dan/atau larangan barulah mereka akan bergerak menjauhi atau mendekati.
- Diterapkan dengan penuh komitmen. Perintah dan larangan semestinya tidak mudah dikeluarkan. Perintah atau larangan yang mudah sekali dibuat akan menyebabkan peserta didik kurang simpatik kepada para pendidik. Oleh sebab itu. Oleh sebab itu, pendidik ataupun peserta didik harus sama-sama memiliki komitmen atas perintah atau larangan agar dapat ditaati.
- Dipikirkan dengan benar sebelum diterapkan. Perintah dan larangan metilah matang dipikirkan, jangan sampai perintah dan larangan menjadi salah tempat. Betapa banyak larangan yang justru tiba-tiba menjadi perintah karena tidak bisa atau sulit diterapkan. Ujilah setiap perintah atau larangan tersebut dengan mengkritisinya dari berbagai sudut pandang yang beragam, seperti sudut pandang logika misalnya; apakah aturan ini logis atau tidak, dari sudut pandang ruang lingkupnya; umum atau khusus, dari sudut kedisiplinan; sudah tepatkah waktunya, sudah tepatkah tempatnya atau sudah tepatkan lakunya dan lain sebagainya.
- Tidak disertai dengan ancaman ataupun penghargaan. Kembali mengingat maksud dan tujuan dari sebuat perintah atau larangan maka baik dipikirkan lagi bahwa mengancam anak bila melanggar perintah adalah suatu langkah yang berbahaya. Perintah dan larangan pada dasarnya adalah sebuah pilihan. Peserta didik dapat saja memilih untuk melakukan suatu larangan atau perintah, tetapi apa jadinya bila mereka melakukannya atas dasar tujuan takut hukuman atau hadiah yang diinginkan.
- Ringkas dan Logis. Kalimat yang panjang akan menyulitkan orang dalam memahami maksud dari kalimat tersebut. Terlebih bila kalimat tersebut berisi perintah atau larangan maka akan mungkin dapat terjadi kesalahan dalam memahaminya. Sebaliknya, kalimat yang singkat akan lebih mudah diingat dan dimengerti, dengan syarat logis (masuk akal/sesuai dengan alur pikiran).
D. Konsekuensi/Pembalasan (Penghargaan/hadiah dan Hukuman/sanksi)
Konsekuensi/pembalasan menjadi isu yang cukup menarik dibahas di dalam dunia pendidikan dahulu ataupun saat sekarang ini. Secara natur (keadaan manusia) konsekuensi/pembalasan merupakan cara yang hampir dipakai di semua aspek seperti dalam masyarakat maupun dalam kehidupan beragama sekalipun.
Perlulah diingat bahwa penghargaan atau menghindari hukuman bukan menjadi tujuan bagi peserta didik dalam berbuat. Serta hukuman juga bukan menjadi cara bagi pendidik untuk membalas dendam. Penghargaan dan hukuman dimaksudkan agar peserta didik dapat menjadikannya sebagai salah satu pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan yang dilakoninya.
Sampai di sini cukup teranglah bahwa penghargaan atau hukuman merupakan cara alami (natur) yang dijadikan sebagai alat dalam dunia pendidikan dalam usaha mencapai tujuan pendidikan. Lalu bagaimana menggunakan kedua alat pendidikan ini agar efektif ? berikut adalah penjelasannya.
1 Penghargaan/Hadiah
Bila saja pendidik memiliki rasa kecintaan dan kepercayaan yang besar yang kehadirannya itu dirasakan oleh setiap peserta didik, niscaya penghargaan ataupun hadiah dan juga sanksi tidak lagi diperlukan. Peserta didik akan berlomba meraih cinta dan kepercayaan pendidiknya sehingga mereka akan berusaha dan berupaya untuk menjaga keduanya dan kehilangan cinta dan kepercayaan dari pendidiknya merupakan hal yang melebihi dari segala sanksi dalam bentuk apapun dan memperoleh keduanya adalah sesuatu yang melebihi dari kepuasan menerima hadiah dalam bentuk apapun.
Walaupun demikian, mewujudkan kondisi semacam itu adalah sesuatu yang tidak mudah. Penghargaan atau bahkan hadiah bisa saja menjadi alat sebagai perwujudan kecintaan dan kepercayaan pendidik kepada peserta didiknya dengan harapan kelak mereka memiliki perasaan atau kondisi sebagaimana yang diharapkan di atas tadi. Bukankah memberikan hadiah itu dapat menambah kecintaan ?
2 Hukuman/sanksi
Dalam mendidik akan ditemui beraagam kondisi peserta didik. diantara mereka ada yang dengan sengaja melakukan hal-hal yang menyalahi aturan dan tidak bertanggungjawab. Dengan kondisi semacam itu, mungkin hukuman atau sanksi menjadi penting. yang perlu diingat adalah bahwa sanksi itu beragam dan bertingkatan, mulai dari yang halus sampai yang kasar dari yang lembut sampai yang keras. Semua itu mestilah dipergunakan sesuai aturan.
Dalam kontek pendidikan anak semestinya dan sebaiknya dipilih dari hukuman yang terhalus/terlembut dan elegan. Kondisi ini sejalan dengan pepatah “Kerbau tahan palu, manusia tahan kias” atau “budak itu dengan tongkat dan manusia merdeka itu cukuplah dengan isyarat”. Sedapat-dapatnya dalam mendidik anak-anak yang melakukan kesalah yaitu dengan memperbaikinya dengan penuh kasih dan sayang. Tidak mudah memang mempraktikkannya, tetapi bila kita hendak melakukan pendidikan yang yang sebenar-benarnya tentulah mesti begitu. Bahkan kondisi semacam ini adalah salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam pendidikan.
Hukuman terbaik itu adalah hukuman yang bersifat natur/alami, seperti anak yang bila tidak hati-hati dalam berlari ia kan jatuh, luka dan lain sebagainya. anak yang bermain api akan terbakat tangan atau kulitnya, malas mandi dan bersih bersih maka akan tumbuh jamur di badan dan gatal-gatal dan akibatnya sulit tidur dan lain sebagainya. Sanksi semacam ini baik buat tumbuh dan kembang anak.
Dengan itu semua maka dapat kita pahami bahwa sebaik-baik peringatan ataupun nasehat adalah sebelum kesalahan itu semua terjadi.
Hukuman atau sanksi dapat dilaksanakan bila ia memenuhi persyaratan berikut :
- Anak yang diberikan hukuman adalah mereka yang telah tahu atas kesalahan yang diperbuat dan telah mengakui kesalahannya.
- Hukuman hendaklah seimbang dan sesuai dengan apa yang telah mereka perbuat, seperti bila ada anak yang dengan sengaja meninggalkan sholat fardhu padalah ia telah duduk di kelas 6 KMI/XII maka boleh jadi hukuman yang dipilih adalah hukuman yang lebih kasar ataupun lebih keras dengan maksud agar ia insyaf dan tidak akan mencoba-coba untuk meninggalkan sholat fardhu lagi.
- Hukuman harus mengandung kepahitan, kesengsaraan, kesulitan, kepayahan seperti api yang harus memiliki sifat panas.
- Hukuman harus mampu menghadirkan rasa tanggungjawab dan menghilangkan rasa kasihan.
- Memastikan bahwa anak memahami bahwa hukuman yang ia terima merupakan akibat dari kesalahannya.
- Hukuman tidaklah diberikan kecuali kepada pelakunya dengan cara yang adil. Hal ini harus berdasarkan penyidikan, kesaksian dan pernyataan yang dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan. Kesalahn yang dilakukan dengan sengaja dan tidak sengaja adalah dua kondisi yang berbeda. Peserta didik yang umurnya, tabiatnya atau kelasnya berbeda akan menerima sanksi yang berbeda pula adalah suatu situasi yang mencerminkan keadilan.
- Mengupayakan sanksi atau hukuman yang bersifat natur.
- Jangan terlalu mudah memberikan hukuman. Hukuman yang terlalu sering dan berulang-ulang membuat anak menjadi keras hatinya dan bahkan dalam banyak kasus anak akan cenderung tumbuh menjadi anak yang pendusta.
- Hukuman diberikan oleh mereka yang layak memberikannya. Sekali lagi, hukuman adalah alat yang mujarab atau tidaknya sangat bergantung pada siapa yang menggunakannya. Pendidik yang disegani dan dihormati oleh pesertta didik akan cukup dengan sanksi yang halus lagi lembut untuk mencapai tujuannya. Sedangkan pendidik yang kurang dihargai dan tidak dihormati atau mungkin dibenci sekasar apapun dan sekeras apapun hukuman, tidaklah ada atau mungkin sedikit artinya/efeknya bagi peserta didik.